Menurut data BPS 2016, kota Semarang memiliki angka harapan hidup tertinggi di antara kota-kota lain di Indonesia. Penelusuran akan data tersebut membuat beritagar.id singgah di kediaman Sarwan dan Gimah, yang merupakan pasangan tertua di kota tersebut.
Menariknya, Sarwan justru mempunyai kebiasaan yang selalu dikaitkan dengan penyebab kematian dan bisa memperpendek umur seseorang yakni merokok.
Kakek berusia 96 tahun ini tinggal bersama istrinya Gimah (85 tahun) di sebuah rumah yang asri di RT 3 RW 4, Kelurahan Jatisari, Kec. Mijon, Kota Semarang. Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pun, pasangan ini selalu mengupayakan tidak bergantung kepada keturunannya. Meskipun mereka memiliki tiga anak dan enam orang cucu.
Setiap hari, Sarwan yang masih memiliki pendengaran yang tajam dan dapat berkomunikasi dengan lancar ini tetap menjalankan aktivitas bercocok tanam di kebun yang berada tak jauh dari rumahnya.
Di lahan seluas kurang lebih 2.000 meter persegi itu dia baru saja memanen pohon sengon dan dijual untuk membantu anaknya yang merenovasi rumah. Dia pun bersiap mengganti tanaman keras lain sebagai gantinya yang akan ditanam ketika datang musim hujan.
Di samping aktivitas berkebun, Sarwan juga mengumpulkan kayu bakar yang digunakan Gimah memasak serta ketika rehat ia menghisap tembakau yang dibelinya dari pasar.
Sedangkan istrinya, ia tetap menjalankan tugas untuk mengurus dapur dan mengendong cucu dari anaknya yang tinggal tak jauh dari rumah.
Ditemani Gimah, istrinya, Sarwan megaku tidak ada rahasia tertentu agar panjang umur. Untuk makanan pun dia lebih banyak mengonsumsi sayuran ketimbang daging. Sarwan sendiri cenderung menolak mengonsumsi daging karena tidak suka.
Meski panjang umur, bukan berarti Sarwan terlepas dari penyakit. Dia sebenarnya seperti kebanyakan kita juga, pernah sakit. Sarwan sendiri terkena gangguan lambung sejak lepas Sekolah Rakyat dan pernah terserang stroke. Sedangkan istrinya memiliki gangguan pendengaran dan gatal-gatal. Namun kondisi itu tidak dipusingkan oleh Gimah, ia mengatakan jarang memeriksakan diri ke dokter atau puskesmas apabila tidak sakit berat.
Gambar Ilustrasi: Eko Susanto dan Beritagar