Pergi Haji, Nenek Berusia 85 Tahun Dibekali 20 Bungkus Rokok Oleh Anaknya

Pergi Haji, Nenek Berusia 85 Tahun Dibekali 20 Bungkus Rokok Oleh Anaknya

Ponirah, seorang perempuan dari Desa Galungan, Wlingi, Blitar pergi berhaji tahun ini. Berbeda dengan jemaah haji lainnya, nenek berusia 85 tahun itu membawa perbekalan rokok dan kopi untuk dimanfaatkan selama berada di tanah suci.

“Ini perjalanan ke sini (Blitar-Surabaya) selama tiga jam, saya masih kuat tidak merokok. Tapi begitu sampai sini saya langsung merokok,” katanya setiba di Asrama Haji Embarkasi Surabaya, 6 September 2015.

rokok dan kopi

Berbeda dengan anggapan umum yang berlaku di masyarakat Ponirah mengaku justru dirinya merasa tak sehat apabila tak merokok dan minum kopi. Bahkan kedua hal itu yang diyakini olehnya justru membuatnya tetap sehat sampai sekarang. Dalam sehari ia terbiasa mengonsumsi satu bungkus rokok dan segelas kopi murni.

Ponirah mulai merokok sejak usia 25 tahun. Ketika itu ia memang ingin merokok, dan masih tetap dilakukan sampai sekarang. Merokok baginya seperti konsumsi wajib setiap hari. “Itu sudah kayak makanan setiap hari. Makan cuma dua sendok, lalu ngopi dan ngerokok,” kata perempuan dengan sembilan anak tersebut.

manfaat rokok

Jemaah haji dari kloter 40 itu mengatakan, satu hari ia menghabiskan satu bungkus rokok. Kebiasaan itu sudah berkurang sekarang, sebab sebelumnya dalam sehari ia bisa menghabiskan lebih satu bungkus rokok.

Menjelang keberangkatan ke Tanah Suci, Ponirah yang diantar oleh anaknya tersebut, telah disiapkan 20 bungkus rokok oleh anaknya. “Saya sama ibu hanya diperbolehkan membawakan 20 bungkus rokok. Rokoknya juga buatan Blitar, jadi produk lokal,” kata Roni, anak Ponirah. Dalam peraturan penerbangan memang hanya diperblehkan membawa 20 bungkus rokok, lebih dari itu maka dianggap ilegal.

rokok

Roni menjelaskan bila kegiatan sehari-hari ibunya hanya berjualan tape di pasar. Tetapi perkara fisik kondisi tubuh Ponirah masih kuat. Ia masih kuat berjalan, bicaranya jelas, ingatannya tajam, dan giginya utuh.

Di usia 85 tahun kini memang ada sanak keluarganya yang meminta Ponirah berhenti rokok, tapi ia tak setuju. “Jika tidak merokok tubuh terasa lemas,” kata Roni menirukan sanggahan dari ibunya.

Foto oleh : Eko Susanto

Sejarah Desa Lekor, Desa Penghasil Tembakau Virginia di Lombok

Sejarah Rokok | Daripada menyebut sebagai Desa Lekor, orang mengenal desa di wilayah selatan Lombok ini dengan sebutan “Desa Tertinggal. Tanah di daerah ini cenderung kering dengan kandungan tanah liat. Penghidupan masyarakat juga tak banyak pilihan. Tanah pertanian seringkali tak tergarap maksimal. Alasan itu yang membuat di daerah ini disebut Daerah Tertinggal dan daerah kantong kemiskinan.

Sabarudin, seorang penduduk Desa Lekor, Kecamatan Janapria, Kabupaten Loteng, berkisah mengenai banyak orang di kampungnya yang lantas memilih untuk bekerja di daerah lain, di tambang-tambang dan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.

Baru pada dekade pertengahan 80-an orang-orang di desa mempunyai alternatif pencahariaan yang mampu memberikan hasil lumayan untuk biaya hidup sehari-hari. Sabarudin termasuk salah seorang yang memulai budidaya perkebunan tembakau di desa itu. Ia mendapatkan cerita dari kerabatnya di luar desa yang berhasil membudidayakan tembakau jenis virginia.

Ia pun mencoba, dengan terlebh dahulu menghubungi kemitraan untuk mendapatkan informasi dan belajar proses budidaya. Dalam ujicoba yang pertama ternyata usahanya mendapatkan hasil. Dan ia mengajak orang-orang di desanya untuk melakukan hal yang sama. Kemudian pada tahap lanjut membentuk kelompok tani Beriuk Nambah yang berarti bekerja sama-sama atau gotong royong.

Sejarah Rokok
Para Petani Tembakau di Desa Lekor

 

Setelah terbukti mendapatkan hasil yang lumayan, barulah ada satu-dua penduduk desa yang memutuskan kembali dan melakukan praktik yang sama. Berkebun tembakau.

Tetapi, menjadi komunitas yang dikatakan berhasil menjalankan usaha pertanian justru membuat terjadi kesenjangan di masyarakat. Begitu usai panen, pernah rumah salah satu petani dalam Beriuk Nambah didatangi perampok untuk mendapatkan uang dari hasil panen tembakau. Untung saja, tidak terjadi bencana. Mereka justru bahu-membahu melakukan penjagaan.

Selain usaha perkebunan tetap berjalan sampai sekarang. Kelompok tani Beriuk Nambah juga membuat jejaring pengaman sosial dengan membuat peternakan sapi. Bila musim sedang tak baik, maka sapi-sapi itu yang menjadi cadangan keuangan petani.

Sumber gambar: Eko Susanto

from rokokindonesia.com http://ift.tt/1KzZdQo

Budaya: Menjamu Tamu dengan Rokok

Merokok tak hanya merupakan kesenangan pribadi, namun juga menjadi hidangan penting yang disajikan kepada para tamu, tidak ubahnya dengan sirih dan pinang. Begitulah argumentasi dari sejarawan Amen Budiman dan Ong Hok Ham yang disampaikan dalam buku Rokok Kretek: Lintasan Sejarah dan Artinya bagi Pembangunan Bangsa dan Negara.

Pada awal abad 19, masyarakat Indonesia tidak hanya menyajikan tembakau untuk dilinting oleh para tamunya, namun juga telah siap pakai dalam bentuk rokok buatan sendiri.

Menurut mereka, sebuah kutipan dari “Centhini”, sebuah naskah sastra Jawa terkenal yang disusun pada tahun 1814 atas perintah Sunan Paku Buwono V, waktu baginda masih menjadi putra mahkota, membuktikan adanya sajian rokok yang dimaksud.

Sira dhewe ngladenana nyai

lan anakmu dhenok

ganten eses wedang dhaharane

mengko bagda ngisa wissa ngrakit

dhadar kang priyayi

dhayohmu linuhung.”

Artinya:

“Hai dinda, hendaknya egkau sendiri yang melayani

bersama anakmu si upik

dengan sirih, rokok, minum dan makanan

usia isya nanti hendaknya engkau telah selesa menyiapkan makanan yang baik

oleh karena tamumu orang yang mulia.”
Sumber: rokokindonesia.com

Pemerintah Indonesia Antisipasi Kemasan Polos Rokok di Singapura

Atas rencana penerapan kemasan polos produk rokok (plain packaging) yang direncanakan Singapura, pemerintah Indonesia melalui Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, (PEN) Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak menyatakan akan bergerak mengantisipasi.

Kebijakan kemasan rokok polos produk rokok jelas akan merugikan Indonesia. Dari neraca perdagangan rokok di Singapura Indonesia menempati sebagai pengekspor terbesar kedua ke Singapura. “Apabila kebijakan kemasan polos diterapkan Pemerintah Singapura, maka diperkirakan akan berdampak pada penurunan ekspor kita ke Singapura,” kata Nus, dalam keterangannya tertulisnya di Jakarta.

Menurut data Kemendag, ekspor produk tembakau Indonesia ke Singapura pada 2014 mencapai USD 139,99 juta, menurun 9,66 persen dibanding periode sebelumnya yang mencapai nilai USD 145,96 juta. Pengekspor terbesar ditempati Tiongkok dengan sharemarket sebesar 20,39 prsen.

“Jika kebijakan baru ini diberlakukan, ekspor produk rokok dan produk tembakau diperkirakan makin merosot,” paparnya.

Tindakan pemerintah Singapura diketahui setelah public hearing dengan Health Committee di Parlemen pada 12 Maret 2015. Dalam kesempatan tersebut, Kementerian Kesehatan Singapura telah mengungkapkan rencana kebijakan standarisasi kemasan rokok maupun produk tembakau. “Salah satunya yaitu Announcement: Pubic Consultation on Standardized Packaging yang menerangkan Singapura akan menerapkan kebijakan kemasan polos.

Nus menjelaskan, Singapura berenana mengadakan konsultasi publik pada akhir 2015 dan terbuka bagi para stakeholders berkepentingan. Ini dilakukan Pemerintah Singapura untuk mendapatkan pandangan atau masukan dari berbagai pihak.

“Ini kesempatan bagi kita, pemerintah, dan produsen rokok dan produk tembakau di Indonesia, untuk menyampaikan pandangan dan masukan sebelum kebijakan itu diberlakukan Singapura dengan argumentasi yang kuat,” papar dia.

Foto: Eko Susanto

Sumber: rokokindonesia.com

Soekarwo: Pemrov Jatim Akan Perjuangkan Nasib Petani Tembakau

petani tembakau
petani tembakau

Pemrov Jatim akan menyiapkan benih untuk membela petani tembakau. Langkah tersebut diambil sebagai upaya pemerintah untuk mengintevensi petanai tembakau agar dapat berdaya saing.

Menurut Soekarwo, Gubenur Jawa Timur, secara subtansi yang sangab serius adalah memperjuangkan nasib petani tembakau.

“Ini karena permasalahan yang sering dihadapi oleh petani tembakau yakni ketersediaan benih tembakau,” ujarnya.

Selain benih dan bibit tembakau, ketersediaan puppuk, pemberantasan “Bank Thitil” atau lintah darat, tataniaga yang panjang hingga kompetisi harga tembakau luar negeri harus difasilitasi dan dihitung secara detail oleh APTI bersama pemerintah, sehingga tidak ada yang salig dirugikan.

“Jika terdapat permasalahan yang terjadi pada sektor regulasi, pemerintah berhak memberikan subsidi,” jelas Soearwo.

Subsidi, imbuhnya, tidak diperbolehkan pada pasar bebar, akan tetapi jika pemerintah memberi subsidi yang diperuntukkan bagi perlindungan konsumen diperbolehkan.

Perlindungan konsumen yang akan dilakukan Pemrov Jatim meliputi standarisasi hingga pemangkasan tataniaga yang panang. Jika tataniaga dipotong, akan memberikan perlawanan terhadap produk tembakau dari luar.

Soekarwo menambahkan, Pemrov Jatim akan melibatkan Bank Tani kepada petani tembakau yang kesulitan di dalam modal. Bank Tani akan dilibatkan agar memberi kemudahan bagi petani tembakau agar bunga ringan.

Sumber: rri.co.id // Foto: Eko Susanto

Sumber: rokokindonesia.com

Petani Tembakau Peringatkan Jokowi Tidak Tandatangani FCTC

Petani tembakau mengingatkan Presiden Jokowi Widodo untuk tidak menandatangani aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Alasannya, aksesi FCTC akan berdampak buruk terhadap petani tembakau dan industri.

Peringatan itu disuarakan dalam Musyawarah Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) ke III yang berlangsung di Magelang, Jawa Tengah (Jateng), sejak Selasa (28/7).

Ketua APTI Jawa Tengah, Wisnu Brata mengatakan bila Jokowi meneken FCTC maka secara langsung akan tunduk kepada hokum internasional yang sifatnya mengikat.

Namun karena Jokowi sudah berjanji melindungi, petani tembakau yakin bahwa ikrar itu tidak akan dilanggar.

Janji tersebut, kata Wisnu, diucapkan pada saat Jokowi bertemu dengan petani tembakau. Wisnu menirukan yang disampaikan Jokowi, dia akan melindungi semua industri padat karya termasuk padat karya dalam hal ini Industri Hasil Tembakau, termasuk petani.

“Saya masih percaya, panglima tertinggi kan Presiden. Beliau menjanjikan petani mendapatkan perlindungan. Makanya kami berharap kebijakan itu tidak sekadar kepentingan kesehatan atau kesejahteraan, harus ada kebijakan yang win win solution, tidak saling merugikan,” kata Wisnu.

Pada aksesi FCTC, WIsnu juga mengingatkan Kementerian Kesehatan untuk tidak menyalin secara keseluruhan regulasi tersebut karena terbukti tidak sesuai dengan ekonomi, social, budaya masyarakat Indonesia.

Karenanya, harus ada aturan yang melndungi semua pihak, termasuk para petani tembakau. Wisnu pun mendorong semua komponen baik pro-kontra untuk duduk bersama.

Wisnu sendiri mengaku, para pemangku kepentingan IHT sangat mendukung larangan merokok di tempat umum. Namun demikian, ia meminta pemerintah juga mengeluarkan regulasi untuk menyediakan area merokok seperti titah Mahkamah Konstitusi.

Foto: Eko Susanto

Sumber: rokokindonesia.com

Petani Khawatirkan Abu Vulkanis Gunung Raung akan Turunkan Kualitas Daun Tembakau

Erupsi Gunung Raung di Bondowoso yang terus berlanjut hingga hari ini membuat petani tembakau di Jember mengkhawatirkan penurunan kualitas tembakau.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jember, Hendro Handoko, mengatakan kualitas tembakau dipastikan menurun akibat terpapar abu vulkanis Gunung Raung.

Dalam pantauannya, tembakau yang sudah ditanam petani pada Mei hingga Juni 2015 di Jember terkena paparan abu vulkanis. “Di Jember, hujan abu vulkanis menguyur di 31 kecamatan atau seluruh kecamatan di kabupaten setempat, sehingga seluruh lahan tembakau milik petani terpapar abu vulkanis Raung,” kata Hendro.

Hasilnya banyak petani yang mengeluh karena dipastikan akan merugi pada musim panen nanti yang berlangsung mulai akhir Agustus. Abu vulkanis dari Gunung Raung menempel pada daun tembakau, sehingga menutup pori-pori batang dan daun yang menyebabkan pertumbuhan tanaman tembakau terganggu hingga berdampak pada kualitas tembakau.

“Kualitas daun tembakau yang menurun tentu akan berdampak pada harga jual ke pabrikan dan eksportir. Petani terancam merugi akibat erupsi Gunung Raung.”

Sementara salah seorang petani tembakau di Jember, Setiawan, mengatakan petani saat ini beramai-ramai menguyur tanaman tembakau dengan mesin pompa air, agar abu vulkanis tidak menempel pada daun tembakau.

“Hujan abu vulkanis yang terus-menerus menguyur Kabupaten Jember sangat berdampak buruk pada lahan perkebunan tembakau karena kualitas tembakau akan menurun, sehingga harga jual ke pabrikan akan rendah,” keluhnya.

Foto: Eko Susanto

Sumber: rokokindonesia.com

“Belum Ada Rencana Kenaikan Cukai Rokok Indonesia Tahun Ini”

Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, pihaknya belum memutuskan adanya kenaikan tarif cukai terhadap rokok. Sebab hingga saat ini Ditjen Bea Cukai masih fokus di pengawasan.

“Belum ada keputusan. Kita masih ingin intensifikasi atau pengawasan dulu, strateginya pengawasan,” Ujar Dirjen Bea Cukai yang dilantik awal Juli lalu itu.

Kenaikan cukai yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahun justru memberikan beban bagi industri rokok untuk bekerja dengan lebih tertib. Sebab, peningkatan cukai yang terjadi justru membuat peluang untuk pemalsuan cukai semakin besar. Juga beban yang ditanggung oleh industri serta tenaga kerja yang terkait dengan industri rokok Indonesia.

Dirinya menambahkan, dengan fokus pada strategi pegawasan terlebih dahulu, juga belum diputuskan apakah akan digunakan instrumen tarif terhadap produk rokok. “Kita masih terus lakukan penindakan-penindakan sama verifikasi administrasi supaya lebih tepat, tertib administrasi,” ujar Heru.

Gambar: Eko Susanto
Sumber: rokokindonesia.com

Menyokong industri rokok Indonesia

Peningkatan tarif cukai hasil tembakau terjadi setiap tahun membuat produksi rokok mengalami penurunan.

Ismanu Soemiran, Ketua Gabungan Perserikatan Gabungan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), penurunan produksi terlihat pada periode Januari-Mei 2015. Padahal, pada periode yang sama tahun 2014 pemesanan pita cukai periode yang sama tahun lalu mencapai 147,8 miliar batang. Sedangkan pada tahun 2015 hanya tercatat 129,3 miliar batang.

“Turun 12,5 persen ketimbang periode yang sama 2014,” kata Ismanu.

Turunnya tingkat produksi secara otomatis memberi pengaruh pada penurunan pendapatan negara dari cukai dan pajak daerah. Terlebih keadaan ekonomi nasional sedang melambat. Dan, di samping itu kampanye antirokok juga ikut mempersempit industri rokok Indonesia.

Padahal ini merupakan industri nasional padat karya, yang menyerap tenaga kerja. Sehingga, Ismanu mengambil kesimpulan, jika kondisi penjuaan rokok di Indonesia turun terus, maka akan ada ancaman pemutusan kerja (PHK) di industri rokok.

Di situasi pelambatan ekonomi semacam sekarang, perekonomian nasional butuh mendukung industri yang menyerap tenaga kerja, menyerap bahan laku lokal, dan memberi kontribusi besar bagi pendapatan negara. Dengan begitu roda ekonomi bisa berputar dengan lebih mantap.

“Melihat penurunan produksi yang lesu, pemerintah seharusnya tidak memojokkan industri rokok. Alasannya, industri rokok telah memberi kontribusi positif terhadap pendapatan negara,” katanya.

Gambar: Eko Susanto

Sumber: rokokindonesia.com

Rokok dan budaya hidup di Kasepuhan Ciptagelar

Bagi warga kasepuhan Ciptagelar –walaupun kegiatan ini merupakan aktivitassehari-sehari– namun merokok tidak sekadar ekspresi kebebasan dan sikap eksistensialisme sebagaimana budaya barat.

Lebih jauh dari itu, merokok merupakan bagian dari keberlangsungan praktik dan budaya yang diwariskan secara turun-menurun oleh nenek moyang mereka. Karenanya, rokok senantiasa hadir dalam ritual budaya warga kasepuhan Ciptagelar. Juga sebagai sarana bagi warga kasepuhan untuk berkomunikasi dengan leluhur.

Merujuk tuturan “Baris kolot” yaitu para pemangku adat yang secara hierarkis berkedudukan di bawah abah, istilah rokok yang berasa; dari akronim ‘dikerok pakai batuk’, daun yang dikerok pakai bakau. Dan yang digunakan oleh warga sebagai bahan pelinting adalah daun aren.

Sementara legenda Dewi Sri yang bermaka sang “pemberi energi” dan lazimnya juga melekat pada tembakau dan kopi. Tak aneh mengonsumsi keduanya, kopi dan rokok, membuat kenyang.

Dengan baris kolot dengan praktik merokok diharapkan generasi masa kini sanggup kembali mengingat dan berkomunikasi dengan para leluhur. Fenomena asap sebagai simbol spiritualisme manusia tambak di berbagai khasanah kasepuhan. Asal yang dikeluarkan darinya representasi dan sekaligus simbol dari adanya proses transformasi bentuk, yakni perubahan dari yang kelihatan menjadi tak terlihat, dari yang material menjadi immaterial (nafas).

Gambar: eko susanto

Sumber: rokokindonesia.com